Pengertian dan Manfaat Perjanjian Pra Nikah

Dalam ranah hukum perkawinan, terdapat istilah-istilah yang sering dipakai, di antaranya Perjanjian Pra Nikah, Perjanjian Pisah Harta, dan Perjanjian Perkawinan. Pre nuptial agreement merupakan istilah dalam bahasa Inggris yang merujuk pada ketiganya. Walau demikian, masing-masing istilah tersebut memiliki makna yang serupa, yakni sebuah perjanjian yang dibuat dalam sebuah ikatan perkawinan, baik sebelum ataupun selama masa perkawinan. Dalam artikel ini, penulis akan menggunakan istilah Perjanjian Pra Nikah karena lebih lazim digunakan di tengah masyarakat.

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai Perjanjian Pra Nikah, mari kita bahas dulu apa itu perjanjian perkawinan secara umum. Pembuatan perjanjian pra nikah atau prenuptial agreement masih terbilang asing di tengah masyarakat. Beberapa orang bahkan menganggap pembuatan perjanjian tersebut tabu dan bersifat egois. Namun, sejatinya perjanjian ini bertujuan melindungi kedua pasangan dari kemungkinan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti perceraian atau kematian. Artikel ini dikutip dari nicewedding.id ย akan menjelaskan secara lebih rinci mengenai hal tersebut.

Pengertian Perjanjian Pra nikah

Perjanjian pra nikah merupakan sebuah perjanjian yang dibuat oleh calon pasangan yang akan menikah dan berfungsi sebagai bentuk pengikat hubungan mereka. Sementara itu, Perjanjian Perkawinan adalah salah satu jenis perjanjian yang dibuat sebelum upacara pernikahan dilakukan, yang mengesahkan pasangan sebagai suami istri. Dalam konteks hukum Islam, pembuatan perjanjian kawin dianggap sah dan tidak melanggar prinsip-prinsip dalam hukum perjanjian.

Seorang ahli hukum bernama Soetojo Prawirohamidjojo menjelaskan bahwa perjanjian pra nikah atau perjanjian perkawinan adalah sebuah kesepakatan yang dibuat oleh calon suami dan istri sebelum atau pada saat upacara perkawinan dilangsungkan, dengan tujuan untuk mengatur konsekuensi dari pernikahan terhadap harta kekayaan mereka.

Perlukan Membuat Perjanjian Pra nikah?

Menurut Haedah Faradz dalam Jurnal Dinamika Hukum Vol. 8, keputusan dan kondisi dari pasangan akan menentukan apakah diperlukan atau tidaknya perjanjian pra nikah. Namun, umumnya perjanjian pra nikah dibuat dalam situasi-situasi berikut:

  • Salah satu pihak memiliki harta kekayaan yang lebih besar dari pihak yang lain.
  • Keduanya memiliki penghasilan yang signifikan.
  • Setiap pihak memiliki usaha sendiri dan perjanjian dibuat untuk melindungi pihak lain jika salah satu pihak mengalami kebangkrutan.
  • Salah satu atau kedua pihak memiliki utang sebelum pernikahan dan ingin bertanggung jawab sendiri atas utang tersebut.

Manfaat Membuat Perjanjian Perkawinan

Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari pembuatan Perjanjian Perkawinan, antara lain:

  • Memisahkan harta kekayaan antara suami dan istri sehingga harta mereka tidak bercampur.
  • Hutang yang dimiliki oleh suami atau istri akan menjadi tanggung jawab masing-masing.
  • Salah satu pihak tidak perlu meminta persetujuan pasangannya untuk menjual harta kekayaannya.
  • Suami atau istri tidak perlu meminta persetujuan pasangannya untuk menjaminkan hartanya dalam hal akan mengajukan fasilitas kredit.
  • Menjamin perlindungan hak atas harta warisan keluarga.
  • Melindungi kepentingan pihak istri jika suami akan melakukan poligami.
  • Mencegah motivasi perkawinan yang tidak sehat.

Poin pertama di atas menjadi sangat penting dalam hal masalah keperdataan di Indonesia, terutama dalam aspek hukum yang terkait dengan perceraian. Banyak sengketa perkawinan yang terjadi karena masalah percampuran harta, sehingga isu mengenai perjanjian pemisahan harta atau perjanjian pra nikah menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan.

Perjanjian Pra nikah Menurut Hukum

Peraturan mengenai perjanjian pra nikah dapat ditemukan dalam KUH Perdata dan UU Perkawinan. Menurut Pasal 139 KUH Perdata, pasangan yang akan menikah dapat membuat perjanjian perkawinan untuk menghindari peraturan harta bersama yang berlaku, asalkan tidak melanggar norma-norma yang baik, tata tertib umum, dan ketentuan hukum yang berlaku.

Peraturan mengenai harta bersama yang dapat dimasukkan dalam perjanjian tersebut diatur dalam Pasal 35 UU Perkawinan. Pasal tersebut mengatur bahwa harta bersama atau harta yang didapat selama perkawinan dapat dimasukkan dalam perjanjian, serta harta bawaan, hadiah, atau warisan dapat menjadi kepemilikan masing-masing suami atau istri jika tidak ada ketentuan lain dalam perjanjian.

Perjanjian pranikah adalah perjanjian yang dibuat sebelum atau pada saat pernikahan. Namun, perjanjian jenis ini masih dianggap kontroversial dalam praktiknya.

Perjanjian pranikah dapat dibuat sebelum atau pada saat pernikahan dan mulai berlaku saat pernikahan dilangsungkan. Meskipun perjanjian pranikah bersifat opsional dan tidak wajib dibuat, tanpa adanya perjanjian tersebut, harta dan pendapatan istri akan menjadi milik suaminya sesuai dengan Pasal 146 KUH Perdata.

Isi Perjanjian Pra nikah

Ada beragam isi yang dapat termuat dalam perjanjian pranikah, seperti pembagian harta, utang, hak asuh anak saat bercerai, hak dan kewajiban selama pernikahan, dan berbagai kesepakatan bersama lainnya yang perlu dijelaskan secara tertulis.

Dalam proses pembuatan isi perjanjian pranikah, Mike Rini (dalam Faradz, 2008: 251) menyatakan bahwa terdapat empat hal penting yang harus dipertimbangkan.

Keterbukaan

Pertama, kedua belah pihak harus bersikap terbuka dan jujur dalam mengungkapkan kondisi keuangan, termasuk jumlah harta bawaan, potensi penambahan harta selama perkawinan, dan utang yang dibawa sebelum menikah. Penting untuk membicarakan secara jelas siapa yang akan bertanggung jawab atas utang tersebut, agar tidak ada pihak yang dirugikan.

Keleraan

Kedua, penulisan isi perjanjian pranikah harus melibatkan persetujuan dari kedua belah pihak dengan sukarela dan tanpa adanya paksaan. Jika perjanjian dibuat dengan paksaan, maka bisa mengancam keabsahan perjanjian tersebut.

Bantuan pihak obyektif

Ketiga, dibutuhkan bantuan dari pihak yang obyektif, seperti notaris yang dapat menjaga adanya keseimbangan dan keadilan dalam perjanjian tersebut, sehingga kedua belah pihak merasa dirugikan.

Dibuat oleh notaris

Keempat, perjanjian pranikah sebaiknya dibuat di hadapan notaris yang dapat mengesahkan perjanjian tersebut. Setelah itu, perjanjian harus didaftarkan atau diakui oleh pegawai KUA dan catatan sipil agar keabsahannya dapat dipertanggungjawabkan.

Isi Perjanjian Pra nikah yang Dilarang Hukum

Walaupun tidak diatur secara khusus mengenai isi perjanjian pranikah, namun terdapat beberapa ketentuan yang dilarang dalam perjanjian tersebut menurut KUH Perdata. Beberapa hal atau ketentuan tersebut antara lain:

  • Tidak boleh melanggar kesusilaan dan ketertiban umum, sebagaimana diatur dalam Pasal 139 KUH Perdata. Para calon suami istri yang membuat perjanjian pranikah boleh saja menyimpang dari aturan harta bersama selama tidak melanggar tata susila yang baik dan ketentuan yang berlaku.
  • Tidak boleh merugikan hak suami, sebagaimana diatur dalam Pasal 140 KUH Perdata. Perjanjian perkawinan tidak boleh merugikan hak suami sebagai kepala keluarga, ayah, dan suami, serta hak lain yang diatur oleh undang-undang.
  • Tidak boleh mengatur tentang warisan, sebagaimana diatur dalam Pasal 141 KUH Perdata. Para calon suami istri tidak boleh melepaskan hak atas warisan dan tidak boleh mengatur tentang warisan tersebut.
  • Tidak boleh memberatkan salah satu pihak dalam hal utang, sebagaimana diatur dalam Pasal 142 KUH Perdata. Perjanjian tidak boleh membuat salah satu pihak memiliki kewajiban utang lebih besar dari bagiannya dalam harta bersama.
  • Tidak boleh menggunakan hukum asing sebagai dasar hukum perkawinan, sebagaimana diatur dalam Pasal 143 KUH Perdata. Para calon suami istri tidak boleh membuat perjanjian dengan menggunakan hukum, aturan, atau kebiasaan luar negeri sebagai dasar hukum perkawinan mereka.

Jadi itulah tadi yang dapat kami sampaikan tentang perjanjian pra nikah yang perlu kamu ketahui, terutama untuk kamu yang memiliki rencana untuk menikah, semoga bermanfaat.

Scroll to Top